Pemimpin Dari Sorga
Lenin di Gunung Mashuk di Pyatigorsk
Ini adalah potret Lenin versi Soviet.
Di lereng selatan Gunung Mashuk, di sebelah kota spa Pyatigorsk (Wilayah Stavropol), ada tebing terjal dengan potret besar pemimpin Bolshevik Vladimir Lenin. Tempat tersebut ditandai di peta sebagai Leninskiye Skaly (Lenin Rocks). Batu tersebut dilukis pada tahun 1925 oleh seniman Nikolai Shuklin dengan bantuan dua asisten. Hanya butuh enam hari bagi mereka untuk menyelesaikan pekerjaan itu, dan upacara pembukaan itu tidak hanya dihadiri oleh para pemimpin partai lokal tetapi juga oleh Clara Zetkin, salah satu Komunis Jerman yang paling terkemuka.
Potret modern di Pyatigorsk.
Potret itu dilukis dengan minyak, dan sang seniman kembali untuk merenovasi karyanya pada tahun 1960. Pada tahun 2009, lukisan itu dinodai oleh pengacau, tetapi kemudian pada tahun 2018 seniman Stavropol Igor Zbritsky memulihkannya. Sebuah jalan setapak turis mengarah ke potret itu — terlepas dari kenyataan bahwa beberapa meter terakhir adalah pendakian yang cukup sulit, selalu ada banyak pengunjung di Lenin Rocks.
Stalin di Ossetia Utara
Di Kaukasus, potret Joseph Stalin masih tersimpan di Ngarai Tsey Ossetia Utara. Patung itu, yang dilukis di atas batu, menyambut semua pelancong di Jalan Raya Transkaukasia dan menggambarkan pemimpin Soviet dalam suasana hati yang reflektif. Di sisi lain dari batu yang sama Anda dapat melihat penggambaran penyair nasional Ossetia Kosta Khetagurov. Batu raksasa, yang terletak di sisi gunung, tingginya sekitar empat meter dan dianggap sebagai salah satu objek wisata utama di republik ini.
Setelah kecaman terhadap "pemujaan kepribadian" Stalin, monumen-monumen untuknya dihancurkan, tetapi yang ini berhasil bertahan. Menurut salah satu legenda, batu itu didorong ke jurang, tetapi beberapa penduduk setempat yang gigih, menariknya kembali dan mengembalikannya ke tempat semula. Banyak penduduk setempat percaya bahwa Stalin merupakan akar dari Ossetia.
Masa Pemerintahan Sultan Hasanuddin
Kerajaan Gowa terletak di ujung selatan Pulau Sulawesi dengan ibukota Somba Opu yang berada di pantai Selat Makassar. Di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin, Kerajaan Gowa berada pada masa kejayaannya. Kerajaan tersebut menjadi pusat perdagangan terbesar di Indonesia bagian timur.
Kerajaan Gowa menjadi penghubung wilayah barat seperti Pulau Jawa, Kalimantan, Sumatera, dan Semenanjung Malaka, dengan wilayah timur seperti Kepulauan Maluku dan Nusa Tenggara.
Di bawah kepemimpinan Sultan Hasanuddin juga, Kerajaan Gowa berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga Ternate dan Sumbawa. Hal ini tentu membuat Belanda tidak senang dengan keberadaan Kerajaan Gowa, terutama Sultan Hasanuddin. Menurut Belanda, kebijakan perdagangan yang diterapkan oleh Kerajaan Gowa tidak sesuai dengan VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie).
Jadi, waktu itu VOC sudah melakukan praktik monopoli perdagangan rempah-rempah. Upaya VOC untuk memonopoli perdagangan di daerah Indonesia Timur ini membuat Sultan Hasanuddin geram dan melakukan perlawanan.
Batu Tiga Pemimpin di Bashkiria
Di Pegunungan Ural Selatan, sekitar 250 km dari ibu kota Bashkiria — Ufa, Anda dapat menemukan salah satu karya seni paling tidak biasa di dunia: sebuah batu yang menyerupai Karl Marx, Friedrich Engels dan Vladimir Lenin. Seniman Bashkir Bulat Rakhimov dan dua asistennya menciptakan Gunung Rushmore versi Soviet ini pada 1970-an. Mereka menggunakan oker merah untuk cat, karena bisa diaplikasikan tanpa persiapan awal dari batu. Mereka melakukan pekerjaan yang digantung dari tebing dalam "buaian", dan hasilnya ternyata sangat monumental, dengan setiap potret seukuran bangunan 18 lantai! Secara total, potret mencakup area dengan lebar 50 meter dan tinggi 70 meter.
Gunung ini dapat dilihat di sepanjang salah satu rute wisata populer Soviet dan tentu saja dengan cepat menjadi terkenal. Gunung Kyzyltash (yang berarti "batu merah" dalam bahasa Bashkir) segera mulai disebut "Batu Tiga Pemimpin" atau "Batu Klasik". Lebih dari 35 tahun, gambar telah memudar secara signifikan, tetapi dalam foto-foto lama potretnya sangat jelas.
Perjalanan Menjadi Sultan
Saat Hasanuddin berusia 21 tahun, ia menduduki posisi jabatan urusan pertahanan Gowa, loh! Pendidikan pemerintahan ia dapatkan dari sang ayah dan Karaeng Pattingaloang yang merupakan Mangkubumi Kesultanan Gowa.
Ayahnya, Sultan Muhammad Said turun tahta pada 1653 dan mewasiatkan agar kerajaan Gowa kepemimpinannya dilanjutkan oleh Hasanuddin.
Sultan Muhammad Said menghembuskan nafas terakhirnya saat Hasanuddin menginjak usia 22 tahun. Dengan begitu, Sultan Hasanuddin naik tahta sebagai Raja Gowa ke-16.
Terlepas dari kedua versi tersebut, ada yang menarik, nih, dari pengangkatan Sultan Hasanuddin menjadi Raja Gowa. Sebenarnya, apabila dilihat dari adat kebiasaan, Hasanuddin tidak berhak untuk menduduki tahta sebagai raja.
Pasalnya, saat ia lahir, sang ayah belum menjadi raja, guys! Tapi, putra mahkota saat itu, Daeng Matawang beserta para bangsawan lainnya setuju dengan diangkatnya Sultan Hasanuddin jadi raja.
Berakhirnya Masa Kejayaan Ayam Jantan dari Timur
Setelah Belanda berhasil mengalahkan Gowa, Sultan Hasanuddin mundur dari Benteng Somba Opu ke Benteng Kale Gowa. Walaupun mundur, Sultan Hasanuddin tidak mau tunduk dengan Belanda yang sudah membuat rakyatnya sengsara.
Sultan Hasanuddin kemudian memutuskan mengundurkan diri dari tahtanya pada 29 Juni 1669. Kepemimpinan Kerajaan Gowa kemudian diberikan pada putranya, I Mappasomba Daeng Nguraga dengan gelar Sultan Amir Hamzah.
Setelah tidak menjabat sebagai raja, Sultan Hasanuddin lebih banyak menghabiskan waktu untuk mengajar agama Islam pada masyarakat sekitar.
Sultan Hasanuddin menghembuskan nafas terakhirnya pada 12 Juni 1670 di usia 39 tahun. Jasadnya disemayamkan di pemakaman dalam benteng Kale Gowa, Kampung Tamalate, yang diperuntukkan khusus bagi raja-raja Gowa.
Atas seluruh jasanya dalam perjuangannya melawan penjajah, Sultan Hasanuddin diangkat menjadi Pahlawan Nasional pada tanggal 6 November 1973 berdasarkan Surat Keputusan Presiden RI No. 087/TK/tahun 1973.
Jadi, apa yang bisa kamu ambil dari kisah perjuangan Sultan Hasanuddin tadi? Selain kisah Sultan Hasanuddin, masih banyak kisah pahlawan-pahlawan perjuangan yang menarik untuk dipelajari, lho! Yuk temukan kisahnya di ruangbelajar sekarang!
Bagaimana Bashkiria menjadi rumah bagi “Jawaban Komunis” hingga tampak seperti Gunung Rushmore Amerika? Serta apa yang terjadi pada patung Stalin di jalur kereta Trans-Siberia?
Kami tidak tahu persis berapa banyak potret pemimpin Soviet yang diukir atau digambar di atas batu. Seiring waktu berjalan, banyak dari mereka yang terabaikan bahkan hancur. Namun Anda masih bisa melihat beberapa patung kolosal yang masih utuh.
Patung Stalin yang dihancurkan di Wilayah Transbaikal
Salah satu kartu pos langka dengan potret ini.
Salah satu potret batu terbesar Stalin berdiri di Jalur Kereta Api Trans-Siberia di Wilayah Transbaikal. Terlihat dari kejauhan saat kereta mendekati Stasiun Amazar. Relief muncul pada tahun 1935 ketika jalur kedua kereta api Moskow-Vladivostok sedang dibangun. Sebagian besar, pembangunan dilakukan oleh tahanan Bamlag, Kamp Kerja Pemasyarakatan Baikal-Amur, yang narapidananya menghadapi kondisi yang sangat brutal. Patung itu ternyata didirikan di atas batu setinggi 6 meter oleh para tahanan atas inisiatif mereka sendiri, meskipun tidak ada penjelasan yang jelas tentang apa motif mereka. Beberapa sumber menyata bahwa akan itu adalah ide dari seorang tahanan. Sementara yang lain mengklaim bahwa dua atau tiga tahanan menulis surat kepada Stalin, dan mengusulkan membuat potret batu dengan harapan kondisi di kamp mereda. Menurut cerita versi ini, Stalin secara tiba-tiba setuju dan bahkan kemudian memaafkan para tahanan. Apa pun yang sebenarnya terjadi, kita tahu bahwa patung itu berdiri di dekat rel selama sekitar 20 tahun, dan ketika sebuah kereta mendekati batu itu, pengemudinya akan mengumumkan melalui pengeras suara bahwa batu itu dapat dilihat dari jendela.
Bagaimanapun, profil Stalin dibuat dengan menggunakan batang baja tulangan, batu dan beton dan dipasang di puncak batu. Tingginya sekitar tiga meter dan bahkan terlihat oleh cahaya bulan. Pada tahun 1949, untuk ulang tahun ke-70 Stalin, patung itu diterangi dengan lampu sorot. Kemudian pada tahun 1956 selama De-Stalinisasi, monumen itu diledakkan. Menurut akun resmi, hal itu dilakukan karena terancam ambruk. Namun, foto-foto langka dapat ditemukan dari beberapa kartu pos yang dijual di kereta api tersebut.
Pembaca yang budiman,
Situs web dan akun media sosial kami terancam dibatasi atau diblokir lantaran perkembangan situasi saat ini. Karena itu, untuk mengikuti konten terbaru kami, lakukanlah langkah-langkah berikut:
Ketika mengambil atau mengutip segala materi dari Russia Beyond, mohon masukkan tautan ke artikel asli.
© 2022 SATPOL PP DKI. All rights reserved.
Batu Ikonostasis di Wilayah Altai
Eto shorcy (CC BY-SA 3.0)
Tebing setinggi 80 meter ini mendapatkan namanya karena sebuah relief yang menggambarkan Vladimir Lenin. Terletak 180 km dari kota Biysk (Siberia selatan) di tepi kanan Sungai Biya. Profil Lenin diukir di tebing terjal setelah Perang Dunia II oleh Ivan Sychev, seorang guru dari desa tetangga — Turochak. Dia dimotivasi oleh keinginan untuk meninggalkan kenangan tentang dirinya sendiri (atau begitulah cara penduduk setempat menjelaskan apa yang menginspirasinya). Awalnya, ada juga relief Stalin, tetapi dihancurkan pada tahun 1957. Sychev harus turun ke tebing di atas buaian yang ditangguhkan, untuk melakukan pekerjaan itu — membutuhkan waktu beberapa minggu untuk menyelesaikannya.
Pada akhir tahun 1970-an, Batu Ikonostasis dinyatakan sebagai monumen alam yang penting secara bersejarah. Hal ini dilindungi oleh negara sampai hari ini.
Masa Kecil Sultan Hasanuddin
Sultan Hasanuddin lahir di Makassar, Sulawesi Selatan pada 12 Januari 1631 dengan nama I Mallombasi Muhammad Bakir Daeng Mattawang Karaeng Bonto Mangepe. Walaupun terlahir dari keluarga bangsawan, Sultan Hasanuddin senang bergaul dengan teman-temannya yang berasal dari rakyat biasa.
Ketika Hasanuddin berusia 8 tahun, ayahnya, Sultan Muhammad Said naik tahta sebagai Raja Gowa yang ke-15. Jiwa kepemimpinannya sudah menonjol saat ia masih kecil. Selain itu, Hasanuddin juga dikenal sebagai anak yang cerdas dan pandai berdagang. Di usia muda, Hasanuddin sudah memiliki jaringan dagang hingga di Makassar dan bahkan asing.
Sultan Hasanuddin kecil mengenyam pendidikan di Masjid Botoala. Ia juga kerap diajak ayahnya untuk menghadiri pertemuan penting kerajaan.
Ayahnya ingin Hasanuddin bisa belajar ilmu diplomasi dan strategi perang. Di masa mudanya juga, Hasanuddin sudah beberapa kali dipercaya untuk menjadi delegasi Kerajaan Gowa dalam mengirimkan pesan ke berbagai kerajaan.
Baca Juga: Mengenal Ismail Marzuki, Sang Maestro Pejuang Kemerdekaan Indonesia
Lahirnya Perjanjian Bongaya
Keadaan tersebut membuat Sultan Hasanuddin terdesak. Mau tidak mau, pemimpin Kerajaan Gowa tersebut harus menandatangani perjanjian yang disebut dengan Perjanjian Bongaya yang berlangsung pada 18 November 1667 di Bungaya.
Secara garis besar, isi Perjanjian Bongaya seperti berikut:
Karena tidak punya pilihan, Sultan Hasanuddin harus menyetujuinya walaupun perjanjian ini merugikan Kerajaan Gowa.
Pada tahun 1669, Sultan Hasanuddin kembali melakukan perlawanan terhadap Belanda. Dalam perlawanan ini, Belanda berhasil menguasai benteng terkuat Kerajaan Gowa, yaitu Benteng Somba Opu. Akhirnya, Kerajaan Gowa yang dipimpin Sultan Hasanuddin harus kembali tunduk pada Belanda. Kegigihan Sultan Hasanuddin yang tidak pantang menyerah ini dijuluki sebagai De Haantjes van Het Ooston oleh Belanda yang berarti Ayam Jantan dari Timur.